Bagi penggemar barang antik, entah itu uang kuno, batu, lukisan, buku lawas, atau apapun itu, pasti akan sangat mendalami hobinya. Bahkan kadang ia akan melupakan aktivitas utamanya berkat hobi yang digemarinya itu. Hobinya seakan sudah bagian nyawa mereka sendiri, sehingga mereka akan menjaganya dengan baik. Bahkan ia akan memamerkan barang buruannya kepada teman atau kerabat di sosial media. Tentu saja temannya memuji bahwa ia telah berhasil mendapat barang yang amat langka. Ujungnya, ia akan didaulat sebagai kolektor. Meskipun sebenarnya ia belum tentu seorang kolektor. Mengapa?
Sesuatu yang amat langka dan dicari banyak orang pasti memiliki nilai jual bila dilempar ke pasaran. Sehingga, mereka akan memanfaatkan momen itu. dan akhirnya orang yang dikatakan kolektor itu akan menjual hasil buruannya. Itulah mengapa mereka tidak layak dikatakan sebagai kolektor, tapi penjual.
Lalu apa indikator seseorang bisa dikatakan kolektor? Kolektor adalah seorang pengoleksi sejati. Bila sudah mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, ia akan mengoleksinya dengan sangat hati-hati. Disimpan di rak atau lemasi khusus untuk dinikmati seorang diri. Tidak ada pikiran untuk menjualnya kembali. Paling tidak bila ia sudah bosan, ia akan membarternya dengan koleksi orang lain. Bila barang antik itu berupa buku dan sudah waktunya ia ingin pensiun dari hobinya, ia akan menyerahkan kepada anak atau saudaranya untuk dibuatkan perpustakaan atau disumbangkan. Dengan wasiat tidak boleh dijual.
(Baca juga: Berjualan Buku Lawas Melalui Online)
Apakah wasiat itu sepenuhnya dilaksanakan? Bisa ya, bisa tidak. Yang benar-benar melaksanakan akan membuka akses untuk umum terhadap buku-buku tersebut agar dibaca masyarakat luas, dengan catatan hak milik masih ada pada keluarga kolektor entah sampai berapa keturunan. Yang tidak, entah itu tidak paham bagaimana mengelolanya atau ada alasan lain, akan mencari jalan pintas ke mana buku-buku itu akan “dibuang”. Ada yang memang benar-benar dibuang ke tempat sampah karena dianggap tidak bermanfaat lagi, ada yang menjualnya kepada penadah barang bekas. Penadah barang bekas akan memanfaatkan kertas-kertas itu untuk diolah lagi, atau menghubungi penjual buku bekas yang sudah mereka kenal. Penjual buku bekas akan menjualnya kembali kepada “kolektor”.
Di situlah buku-buku itu berputar. Entah buku itu sempat dibaca atau tidak. Yang jelas, ia telah menjadi alat perputaran uang dari masa ke masa. Lalu, sebagai penggemar barang antik, di manakah posisimu berada?
0 Response to "Kamu Kolektor atau Penjual?"
Posting Komentar