Di kalangan pengusaha muda, nama Dewa Eka Prayoga cukup
dikenal. Baik sebagai pelaku usaha maupun pembicara di berbagai seminar. Dia
juga memiliki banyak pengikut di twitter dan aktif menulis buku. Pria itu bisa
tenar berkat keberhasilannya bangkit dari kebangkrutan.
Lembar demi lembar kertas yang menempel di flip chart
menemani Dewa Eka Prayoga dalam mengisi sebuah workshop penulisan buku di
sebuah lembaga pendidikan di Jalan M.T. Haryono, Jakarta, pada suatu siang di
bulan September. Pemuda kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, tersebut sedang berbagi
pengalamannya menulis sejumlah buku bisnis dan bergelut dalam dunia penerbitan
independen.
Gaya bicaranya penuh semangat, khas motivator. Dia
menggunakan pengalaman pribadi sebagai sampel materinya. Mulai cerita masa
kecilnya sebagai anak tunggal yang ditinggal wafat ayahnya sejak usia lima
tahun sampai kegagalan bisnisnya yang mengakibatkan dirinya harus menanggung
rugi hingga Rp7,7 miliar di usia 21 tahun.
Pada usia yang masih tergolong belia itu, Dewa pernah
memiliki sejumlah usaha. Mulai usaha bimbingan belajar (bimbel), pelatihan
motivasi, event organizer, hingga bisnis kuliner. ’’Sejak masuk kuliah, saya
memang berusaha mandiri. Dari awalnya jadi pengajar di bimbel sampai saya bisa
membeli bimbel itu,” ujar alumnus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI),
Bandung, tersebut.
Usaha bimbel itu berkembang maju sehingga Dewa bisa
melakukan ekspansi bisnis ke sektor lain. Tercatat ada enam bisnis yang
kemudian dia jalankan waktu itu. Salah satunya bisnis produk elektronik lewat
seorang temannya.
Tergiur hasil yang menjanjikan, Dewa lalu mengajak sejumlah
kolega untuk bergabung dalam investasi yang bermodus pengadaan komputer untuk
perkantoran tersebut. Hingga sekitar delapan bulan, dia masih mendapatkan
manfaat dari investasi itu. Sampai akhirnya, Dewa tahu bahwa investasi tersebut
ternyata bodong alias bohong-bohongan. Temannya melarikan diri. Alhasil,
Dewa-lah yang akhirnya dikejar-kejar investor yang jumlahnya cukup banyak.
’’Orang tahunya saya yang menjalankan usaha ini, padahal saya juga korban,”
ujarnya.
Teror terus dia dapat dari para pemilik ’’saham” yang
direkrutnya. Bahkan, ada yang sempat mengancam membakar rumah orang tua Dewa di
Sukabumi.
Pemberitaan kasus penipuan miliaran rupiah itu meluas di
Jawa Barat. ’’Nama saya tercemar. Sampai ibu saya di kampung perlu mengadakan
yasinan sembari mengklarifikasi kejadian tersebut kepada para tetangga,”
ungkapnya.
Bukan hanya itu, Dewa juga sempat dicibir keluarganya. Ada
yang menganggap kesialan tersebut datang karena faktor istri yang dinikahinya.
’’Peristiwa itu terjadi sekitar dua minggu setelah saya menikah,” ujar suami
Wiwin Supiah tersebut.
Praktis, lebih dari tiga bulan Dewa menghabiskan waktunya
untuk mengurusi kasus penipuan yang melibatkan dirinya sebagai korban itu. Dia
harus bolak-balik mendatangi Mapolda Jabar untuk menjalani pemeriksaan sebagai
saksi maupun pelapor. Akibatnya, bisnisnya yang lain kocar-kacir.
’’Waktu itu saya terpaksa habis-habisan untuk mengganti uang
para investor yang menanamkan modal lewat saya. Semua bisnis yang sudah jalan
saya jual,” kenang Dewa.
Mobil yang dia beli dari hasil keringatnya dan tabungan yang
dipersiapkan untuk naik haji juga digunakan untuk membayar utang. Sampai-sampai,
tutur Dewa, uang dalam dompetnya hanya tersisa Rp7 ribu. ’’Itu uang
satu-satunya yang tersisa. Saya sudah tidak punya tabungan lagi,” tambah dia.
Rasa putus asa sempat berkecamuk dalam hati Dewa. Sampai
akhirnya sebuah kesempatan mempertemukan Dewa dengan pengusaha Heppy Trenggono.
Dewa termotivasi kisah Heppy yang juga pernah bangkrut dalam berbisnis.
Mendengar cerita pengusaha sawit dan alat berat itu, ada strong way yang
membuat spirit hidup Dewa bangkit.
’’Saya anak tunggal yang tak memiliki ayah. Saya juga telah
memutuskan menikah muda. Ibu dan istri saya tidak bekerja. Kalau tak berjuang
sendiri, lalu pada siapa saya bergantung?” ujarnya.
Dewa seolah mendapatkan jalan dari Tuhan. Sejumlah teman
sesama pengusaha muda lantas menyarankan Dewa agar menuliskan pengalaman
kegagalan bisnis tersebut ke dalam buku. Dalam kurun waktu dua bulan, naskah
buku berjudul 7 Kesalahan Fatal Pengusaha Pemula itu rampung. Akhirnya, buku
tersebut terbit pada Juni 2013.
Buku itu merupakan karya kedua Dewa. Buku pertamanya
mengenai motivasi. Ditulis setahun sebelumnya dan diterbitkan penerbit mayor.
Namun untuk buku kedua tersebut, Dewa menempuh jalur penerbitan dan distribusi
indie.
Dewa memasarkan bukunya secara preorder lewat media sosial
dan jaringan pertemanan sesama entrepreneur. Insting berjualan yang tumbuh
sejak lama membuat dia berhasil mendatangkan pembeli melalui preorder.
’’Uang dari preorder buku itu saya gunakan untuk membiayai
percetakan. Alhamdulillah, buku tersebut bisa cetak ulang sampai empat kali dan
terjual lebih dari 10 ribu eksemplar,” jelas pria kelahiran 24 April 1991
tersebut.
Sejak buku kedua keluar, nama Dewa makin dikenal luas. Dia
sering diundang sebagai pemateri seminar atau workshop di berbagai kota di
Indonesia.
Dari kesuksesan itu, pria yang pernah mengenyam pendidikan
di pondok pesantren tersebut melihat terbukanya peluang bisnis penerbitan. Dewa
pun makin produktif menulis. Setelah buku kedua terbit, tiga buku selanjutnya
menyusul. Semua seputar bisnis. Menariknya, meski dijual di atas harga pasaran,
bahkan ada yang dibanderol dengan harga Rp250 ribu, buku-buku Dewa tetap laku.
Selain menulis, Dewa membuka perusahaan penerbitan di
Bandung. ’’Melalui penerbitan yang saya bangun itu, saya ingin membuka peluang
bisnis bagi anak-anak muda dengan memanfaatkan margin penjualan buku,” tutur
dia.
Menurut Dewa, selama ini margin penjualan buku di toko buku
mayor sangat tinggi. Nah, hal itulah yang dilirik Dewa sebagai peluang bagi
sejumlah anak muda. Konsepnya, setiap buku yang diterbitkan melalui perusahaan
Dewa akan dijual dengan sistem reseller, tidak lewat toko buku mayor.
’’Banyak loh reseller buku-buku saya yang bisa mendapatkan
penghasilan hingga puluhan juta,” ungkapnya.
Keberhasilan melakukan personal branding lewat buku-buku itu
membuat Dewa kini mulai dilirik sebagai business coach. Modal untuk menjadi
konsultan bisnis tersebut dia dapat dengan mengikuti sertifikasi di sebuah
lembaga di Jakarta.
Ada beberapa UKM (usaha kecil menengah) yang dia bina dari
sisi marketing. ’’Alhamdulillah, banyak yang omzetnya naik setelah coaching,”
ujar Dewa sembari menunjukkan testimoni-testimoni klien yang ditulis dalam
bukunya. Salah satu klien Dewa yang diklaim cukup berhasil adalah restoran mi
yang cukup terkenal di Jalan Progo, Surabaya.
Dewa mengakui, meski tak bisa menjadi guru sesuai jurusan
kuliahnya, dia tetap bisa menebarkan ilmu dan manfaat. ’’Saya ingin bagaimana
berbisnis yang bisa mengedukasi dan membawa manfaat untuk orang lain,” ujar
dia.
Sumber: www.bukudewa.biz
0 Response to "Belajar dari Dewa Eka Prayoga: Bagaimana Cara Menghadapi Bangkrut"
Posting Komentar